Ø MENULIS CERITA PENDEK (Bagian Pertama)
Siapa
yang tidak bangga jika cerpennya dimuat di majalah Kawanku, Gadis, Hai, atau
mungkin di surat kabar Kedaulatan Rakyat, Kompas? Kiranya tidak ada yang tidak
senang. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh mulai dari diberi ucapan selamat
dari teman-temannya, diberi predikat baru sebagai “sastrawan”, mendapat
honorarium, dan mungkin guru Bahasa Indonesianya memberikan “bonus” nilai.
Kemampuan
menulis karya sastra pada satu sisi diyakini sebagai sebuah bakat yang nota
bene dibawa seseorang sejak lahir, namun pada sisi lain diyakini sebagai sebuah
hasil belajar. Dari berbagai sharing pengalaman dari orang-orang yang sudah
menghasilkan karya sastra, sebagian besar di antaranya mengatakan bahwa kemampuan
mereka lebih banyak ditentukan oleh latihan, latihan, dan latihan. Kalau dibuat
perbandingan, factor bakat hanya memberikan kontribusi 10-15%, sedangkan
selebihnya adalah factor belajar dan latihan. Tuntutan yang diberikan oleh
kurikulum untuk siswa SMA sebenarnya tidak terlalu tinggi. Namun, tidak ada
salahnya jika kemampuan menulis cerpen yang akan dipelajari ini dapat
memberikan bekal hidup di kelak kemudian hari. Artinya, siapa tahu dengan
sungguh-sungguh belajar menulis cerpen, ketika menempuh pendidikan di perguruan
tinggi, para siswi dapat ”nyambi” mencari uang saku melalui cerpen. Di
sela-sela kuliah mereka dapat menghasilkan cerpen yang kemudian dikirim ke
media massa, dan kalau dimuat akan mendapat uang saku. Dengan demikian,
generasi muda ini tidak seratur persen bergantung pada orangtua mereka. Dengan
kemandirian finansial seperti itu proses hidup sebagai ”parasit” bagi orang
lain dapat sesegera mungkin diakhiri.
0 komentar:
Posting Komentar